Senin, 22 April 2013

Ekologi Hewan





JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH  EKOLOGI HEWAN



Mata Kuliah
EKOLOGI HEWAN


Dosen Pembina
HUSAMAH, S.Pd
Program Studi
PENDIDIKAN BIOLOGI
Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas
RIFQI YASSIRUL HAQQI
201110070311121 / IV C




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013



Soal:

1.        Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.


2.        Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!

3.        Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

4.        Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

5.        Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

6.        Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!



Jawaban:

1.      Konsep waktu suhu merupakan keterkaitan antara suhu lingkungan dengan waktu tumbuh dan berkembangnya hewan. Untuk pertumbuhan hewan memerlukan kombinasi antara waktu dengan faktor suhu lingkungannya. Hewan-hewan poikiloterm tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya dibawah batas minimum meskipun diberikan waktu yang lama. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, hewan-hewan poikiloterm memerlukan suhu lingkungan yang berada diatas suhu minimumnya, dan semakin mempercepat waktu tumbuh dan berkembang yang diperlukan.
Aplikasi konsep waktu suhu dapat terlihat dalam kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo pada tahun 2010. Ulat bulu merupakan larva dari hewan poikiloterm. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 150C sampai 450C. Pada umumnya telur memerlukan waktu 6-7 hari untuk menetas dan menjadi larva, namun waktu penetasan tersebut bisa menjadi lebih cepat jika suhu lingkungan tersebut merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan telur. Peledakaan ulat bulu yang terjadi di Proboliggo dimungkinkan karena suhu lingkungan yang ada pada saat itu merupakan suhu lingkungan optimum bagi pertumbuhan telur, sehingga telur tidak memerlukan waktu yang lama untuk dapat menetas. Selain itu, peledakkan populasi ulat bulu terjadi karena perubahan cuaca. Kupu-kupu akan bertelur hingga ratusan butir ketika memasuki musim kemarau. http://www.detiknews.com
2.      Penetapan suatu hewan yang dikatakan langka apabila spesies dari hewan tersebut memiliki resiko punah. Penetapan hewan langka dapat dilakukan dengan menmanfaatkan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, dispersi, frekunditas, dan kelulushidupan. Dengan mengetahui kelimpahan, intensitas, preferensi, dispersi, frekuenditas, dan kelulus hidupan dari suatu spesies, maka kita dapat mengetahui apakah hewan tersebut dapat dikategorikan sebagai hewan langka atau tidak.
Kelimpahan merupakan tinggi rendahnya jumlah individu suatu hewan yang menunjukan besar kecilnya populasi individu tersebut. Kelimpahan mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Aspek intensitas merupakan aspek yang menunjukan kerapatan populasi dalam area yang dihuni oleh spesies tersebut, sedangkan aspek prevaleni merupakan aspek yang menunjukan jumlah dan ukuran area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas. Spesies yang memiliki preferensi tinggi akan lebih sering dijumpai dari pada spesies yang memiliki preferensi rendah. Dalam menetapkan hewan langka dapat menggunakan konsep kelimpahan, karena semakin rendah kelimpahan suatu spesies, maka semakin besar kemungkinan spesies tersebut dikategorikan sebagai hewan langka.
            Dispersi adalah pola penjarakan antara individu dalam suatu perbatasan populasi. Pola penjarakan terbagi menjadi 3, yaitu menggerombol, seragam atau uniform, dan acak. Pola penyarakan menggerombol adalah pola penjarakan antara individu-individu yang hidup mengelompok dalam topok. Pola penjarakan seragam merupakan pola penjarakan yang diakibatkan dari interaksi langsung antara individu-individu dalam suatu populasi. Pola penjarakan acak merupakan pola penjarakan yang tidak bisa diprediksi dan posisi setiap individu tidak bergantung pada individu lain. Pemanfaatan dispersi dalam menentukan hewan langka adalah dengan melihat penjarakan yang terjadi dalam populasi tersebut. Jika dalam sebuah populasi terjadi penjarakan, maka akan memiliki kemungkinan untuk menjadikan spesies tersebut menjadi langka.
            Frekuenditas merupakan kemampuan berreproduksi suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, atau propagula aseksual. Pemanfaatana frekuenditas dalam menentukan hewan langka adalah dengan melihat kemampuan reproduksi dari suatu spesies. Jika kemampuan reproduksi suatu spesies rendah, maka dapat dipastikan spesies tersebut memliki kemungkinan tinggi untuk menjadi hewan langkah.
            Kelulushidupan merupakan perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal percobaan. Kelulushidupan juga dapat diartikan sebagai peluang hidup dalam suatu saat tertentu. Pemanfaatan kelulushidupan dalan menentukan hewan langka adalah dengan melihat tingkat kululshidupan suatu spesies. Jika suatu spesies memiliki tingkat kelulushidupan yang rendah maka dapat dikatakan bahwa kisaran toleransinya rendah dan memiliki peluang yang tinggi untuk menjadi hewan langkah.
3.      Parasitisme merupakan interaksi antara pemangsa (parasit) dengan yang dimangsa (inang) yang memiliki beberapa ciri khas, yaitu tubuh parasit biasanya lebih kecil dari pada inangnya, dalam jangka waktu pendek parasit tidak akan membunuh inangnya, namun dalam jangka waktu panjang parasit dapat membunuh inangnya, satu ekor parasit biasanya menyerang satu inang selama hidupnya, dan parasit dapat menyerang inangnya dari dalam maupun dari luar. Dalam konsep biologi parasitisme dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hayati untuk mengendalikan hama. Contoh dari parasitisme sebagai pengendali hama adalah penggunaan polihedra (virion yang dilindingi oleh mantel protien) dan ketika serangga memakan polihedra, maka mantel protein akan terlarut dan virion akan memasuki inti sel-sel usus tengah, kemudian terjadi replikasi, dan akan menginfeksi berbagai jaringan dan organ dalam serangga yang mengakibatkan serangga mati dalam beberapa hari.
Parasitoidisme merupakan bentuk pemangsaan yang dilakukan oleh serangga terhadap jenis serangga yang lain. Serangga parasitoid akan meletakkan telurnya didekat serangga yang inangnya. Ketika telur serangga tersebut menetas, maka larva serangga tersebut akan memakan tubuh inangnya sambil menjalani pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut. Serangga yang menjadi inang biasanya terbunuh lebih dahulu sebelum atau selama serangga parasitoid mengalami fase kepompong. Konsep parasitoidisme dalam biologi dapat digunakan sebagai salaha satu pengendali hama, yaitu sebagai musuh alami dari hama tersebut, sehingga dapat menekan populasi dari serangga yang menjadi hama tersebut. Contoh dari pemanfaatan parasitoidisme sebagai pengendali hama tanaman adalah penggunaan semut Oecophylla smaradigna untuk mengendalikan hama ulat dan kumbang yang menyerang tanaman jeruk yang telah dilakukan oleh para petani di Cina.
4.      Dalam melakukan pembelajaran tentang konsep-konsep ekologi hewan sikap dan karakter yang harus diterapkan kepada siswa antara lain:
1.      Ketakwaan kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Berdasarkan pengertiannya, ekologi mengakaji tentang bagaimana tanaman, binatang, dan organisme lain melakukan hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam lingkungan. Dari konsep tersebut yang harus ditanamkan kepada siswa adalah mensyukuri atas segala yang telah diberikan Allah kepada kita yang berupa tanaman, binatang, dan organisme-organisme lain.
2.      Kecintaan terhadap Tanah Air. Di dalam ekologi hewan dibedakan lagi menjadi berbagai macam, diantaranya: ekologi serangga, ekologi udang, ekologi burung, dan lain-lain. Berbagai macam ekologi tersebut dapat dengan mudah kita jumpai di Negara kita Indonesia, maka sudah seharusnya kita mencintai Tanah Air.
3.      Kecintaan terhadap Alam. Dalam mempelajari ekologi hewan kita tidak hanya memepelajari tentang interaksi antar hewan yang satu dengan yang lain, tetapi juga mempelajari tentang interaksi antara hewan dengan tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem. Dengan mempelajari hal tersebut diharapkan dapat menumbuhkan rasa kecintaan terhadap alam dan tidak merusak alam yang sudah memberikan kita kehidupan.
(Sukarsono, 2009)
5.      Salah satu contoh pemanfaatan hewan yang digunakan sebagai bioindikator adalah  lintah  (Hirudo medicinalis) yang digunakan sebagai indikator (bioindikator) pada lingkungan air tawar yang sudah tercemar. Penetapan Hirudo medicinalis sebagai bioindikator didasarkan pada metode BMWP-ASPT (Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon) yaitu sebuah sistem yang membagi atau mengelompokkan biota bentik menjadi 10 tingkatan berdasarkan kemampuannya dalam merespon cemaran dihabitatnya.




Tabel 1. Nilai skoring indeks biotik dengan metode BMWP-ASPT

No
Kolmpok organisme
Skor
1
Crustaceae (udang galah), Ephemeroptera (larva lalat sehari penggali), Plecoptera (larva lalat batu)
10
2
Gastropoda (limpet air tawar), Odonata (kini-kini)
8
3
Trichoptera (larva pita-pita berumah)
7
4
Bivalvia (kijing), Crustaceae (udang air tawar); Ephemeroptera (larva lalat sehari perenang), Odonata (larva sibar-sibar)
6
5
Diptera (larva lalat hitam), Coleoptera (kalajengking air, kumbang air), Trichoptera (larva pita-pita tak berumah), Hemiptera (kepik perenang punggung, ulir-ulir,)
5
6
Platyhelminthes (cacing pipih), Arachnida (tugau air)
4
7
Hirudinea (lintah), Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), Gamaridae (kutu babi air), Syrphidae (belatung ekor tikus)
3
8
Chironomidae (larva nyamuk)
2
9
Oligochaeta (cacing)
1
            Berdasarkan tabel diatas, nilai indeks biotik dapat diperoleh dengan cara merata-ratakan seluruh jumlah nilai skoring dari masing-masing kelompok biota yang diperoleh di perairan air tawar. Semakin tinggi nilai indeks atau skor suatu organisme yang diperoleh menunjukan semikin rendahnya tingkat pencemaran yang ada pada habitat spesies tersebut. Tabel tersebut hanya dapat digunakan pada perairan sungai saja dan tidak dapat disamakan dengan tipe perairan lain, namun nilai tersebut dapat digunakan sebagai pembanding berbagai lokasi dalam satu tipe perairan sungai. Praktis pemanfaatannya adalah dengan melihat makrozoobentos yang ada di perairan sungai tersebut. Jika makrozoobentos yang ada di perairan tersebut memiliki skor yang rendah, maka perairan tersebut semakin tercemar.

6.      Konservasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk . kegiatan konservasi harus memeprhatikan semua habitat dari hewan-hewan yang berada dalam konservasi tersebut. Setiap spesies memiliki habitat yang berbeda-beda dengan spesies yang lain, begitu pula dengan relung antara satu spesies dengan spesies yang lain. Pengetahuan tentang relung satu spesies dengan spesies yang lain akan memudahkan dalam kegiatan konservasi yang dilakukan dan membuat hewan yang ada didalam konservasi tersebut merasa nyaman, sehingga hewan tersebut tidak merasa strees yang mengakibatkan hewan tersebut mati.
Salah satu contoh hewan langka adalah siamang. Siamang merupakan kera hitam yang berlengan panjang. Siamang tidak memiliki ekor dan memiliki postur tubuh yang kurang tegak. Siamang banyak ditemukan di Asia Tenggara, mereka juga sering ditemukan dibeberapa tempat seperti Semenanjung Malaya, dan Sumatera. Habitat dari siamang sama seperti kera-kera pada umumnya, yaitu di pohon-pohon. Siamang merupakan hewan omnivora. Sekitar 75% makanannya berupa buah-buahan, sisanya daun, bunga, biji-bijian, kulit kayu, serangga, telur burung, dan burung kecil.
Berdasarkan pemisahan relung yang membagi relung menjadi 3, yaitu relung kelas I, relung kelas II, dan relung kelas III, maka relung kelas I dari siamang adalah siamang sebagai pemangsa dari serangga, dan burung kecil dan siamang juga dimangsa oleh ular yang bertindak sebagai pemangsa. Relung kelas II siamang adalah interaksi antara spesies-spesies siamang yang lain, yang dapat melakukan interaksi antar spesies. Interaksi yang dilakukan antara siamang yang satu dengan siamang yang lain bisa jadi sebuah kompetisi dalam mencari makanannya. Relung kelas III dari siamang adalah keadaan dimana siamang akan memakan buah ketika yang ada di habitat tersebut adalah buah. http://wikipedia.com




DAFTAR RUJUKAN

Anonymous, 2011, Pengertian Ekologi, (online) http://nenkiuedebio.blogspot.com/ (diakses 15 april 2013)

Anonymous, 2011, Lintah (Hirudo medicinalis) sebagai Bioindikator Pencemaran Lingkungan Perairan Tawar, (online) http://ekonomi.kompasiana.com/  (diakses 15 april 2013)

Anonymous, 2011, Peneliti LIPI Indikasikan Siklus Ulat Bulu 3-4 Hari Lebih Cepat, (online) http://www.detiknews.com (diakses 15 april 2013)

Anonymous, 2013, Taktik Pengendalian Hama Berbasis Biologi, (online) http://staff.blog.ui.ac.id/devita/books/ (diakses 15 april 2013)

Anonymous, 2013, Siamang, (online) http://wikipedia.com (diakses 15 april 2013)

Sukarsono, 2009, Pengantar Ekologi Hewan, UMM Press: Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar